Perang Dagang Antara AS & China | Pengantar Bisnis




P
erang dagang adalah konflik ekonomi yang terjadi ketika suatu negara memberlakukan atau meningkatkan tarif atau hambatan perdagangan lainnya sebagai balasan terhadap hambatan perdagangan yang ditetapkan oleh pihak yang lain. Perang dagang diakibatkan oleh kebijakan proteksionisme, yang biasanya diberlakukan oleh suatu negara untuk melindungi produsen lokal, untuk mengembalikan lapangan pekerjaan dari luar negeri, atau akibat persepsi bahwa praktik dagang negara lain itu tidak adil dan perlu diseimbangi dengan tarif.


Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat China meledak bulan lalu. Negara-negara lain pun mulai mengancam satu sama lain dengan tarif perdagangan baru, demi melindungi produknya.

Melansir dari CNBC, Rabu (25/4/2018), Presiden AS Donald Trump mengatakan pengenaan tarif baru kepada China untuk menghentikan praktik perdagangan yang tidak adil, termasuk pencurian kekayaan intelektual AS yang lebih luas. Masalah terakhir ini menjadi penyebab "kemarahan" Negeri Abang Sam.

Komisi Properti Intelektual Amerika memperkirakan bahwa pencurian kekayaan intelektual yang diakui oleh China, telah merugikan AS antara USD225 miliar hingga USD600 miliar setiap tahun. Komisi menyatakan sudah menemukan bukti-bukti pencurian kekayaan intelektual AS oleh China. Seperti kasus Paulson Manufacturing yang berbasis di California. Perusahaan ini memproduksi kacamata pelindung dan perisai untuk pekerja industri dan petugas pemadam kebakaran.

"Dalam satu tahun dari sesuatu produk baru yang saya keluarkan, disalin di suatu tempat di dunia," kata CEO Roy Paulson. Ia lantas mendapati produknya disalin saat menghadiri pameran dagang di China.

"Mereka bahkan menggunakan nama perusahaan kami, menggandakan semua produk yang kami miliki. Anda dapat melihat di situs web kami dan ada yang dijual sebagai produk Paulson di China," katanya. 

"Ini adalah sebuah pencurian dan merugikan. Bukan hanya saya yang kehilangan uang, juga karyawan saya kehilangan pendapatan dan masyarakat," sambungnya.

Tidak hanya itu, Marlin Steel, perusahaan yang memproduksi cetakan baja dari kawat untuk rak penyimpanan, keranjang, dan penggorengan dari baja daur ulang juga mengalami hal serupa. Perusahaan yang berbasis di Baltimore, Maryland, AS, mengatakan produknya yang tampak sederhana, sejatinya membutuhkan teknik yang rumit. Namun terang CEO Marlin Steel Drew Greenblatt, beberapa tahun lalu, dia juga melihat produknya ada di China.

Sengketa perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China memasuki babak baru. Pemerintahan Donald Trump mulai memberlakukan tarif impor produk dari China hingga senilai US$ 34 miliar.

Boleh jadi, tensi hubungan dua raksasa ekonomi dunia tersebut bakal lebih mendidih lagi. Bloomberg melaporkan, dalam dua minggu ke depan atau lebih, AS akan mengumumkan lagi tarif impor senilai US$ 16 miliar pada produk-produk China. Malah, Trump mengancam akan mengenakan tarif impor lebih besar lagi hingga US$ 200 miliar jika China melakukan langkah balasan.

Hubungan dagang kedua negara itu memang makin memanas di tahun ini. Nah, berikut ini, panas dingin hubungan dagang Negari Paman Sam dan Negeri Tembok Besar tersebut yang terekam sejak awal tahun ini.
Waktu
Langkah  AS
Langkah China
22 Januari 2018
AS menerapkan tarif pengamanan atau safeguard pada impor mesin cuci dan sel surya. Meskipun sebagian besar impor ini tidak berasal dari Tiongkok, kebijakan AS ini memperjelas bahwa dominasi Cina dalam rantai pasokan global menjadi perhatian.

4 Februari 2018

China memulai penyelidikan anti-subsidi terhadap sorgum yang diimpor dari AS.
9 Maret 2018
Donald Trump menandatangani tarif impor baja dan aluminium dari semua negara, termasuk China.

22 Maret 2018
AS mengusulkan tarif impor sebagai tanggapan atas "praktik perdagangan tidak adil" China yang terkait dengan transfer teknologi, hak kekayaan intelektual, dan inovasi. AS juga akan melaporkan ke WTO dan membatasi investasi dari China.

23 Maret 2018
AS komplain ke WTO tentang perlindungan hak kekayaan intelektual di China.

23 Maret 2018

China memperkenalkan tarif impor barang dari AS senilai US$ 3 miliar sebagai tanggapan atas tarif impor baja dan aluminium.
2  April 2018

China menyatakan akan mengenakan tarif impor senilai US$ 3 miliar produk dari AS termasuk buah-buahan segar, kacang-kacangan, anggur dan daging babi.
3 April 2018
AS merilis daftar produk sebagai target tarif impor yang diusulkan senilai US$ 50 miliar. Produk itu didominasi produk industri teknologi tinggi. Tujuannya untuk menutup kerugian dari dugaan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual di China.

4 April 2018

China akan memungut tarif tambahan 25% atas impor 106 produk AS termasuk kedelai, mobil, bahan kimia dan pesawat terbang. Ini sebagai tanggapan terhadap usulan tarif impor AS pada barang-barang berteknologi tinggi.
5 April 2018

China komplain ke WTO tentang tarif impor baja dan aluminium AS.
5 April 2018
Trump mempertimbangkan tambahan tarif impor atas produk dari China hingga senilai US$ 100 miliar.

10 April 2018

Presiden Xi Jinping berjanji membuka berbagai sektor termasuk otomotif dan keuangan.
16 April 2018
AS menghukum perusahaan China, ZTE karena melanggar perjanjian dengan AS. ZTE terbukti melakukan bisnis dengan Iran dan Korea Utara, dua negara yang diembargo AS. ZTE dilarang membeli komponen teknologi AS selama tujuh tahun.

17 April 2018

China mengumumkan akan mengenakan tarif anti-dumping atas impor sorgum dari AS.
26 April 2018
AS menyelidiki perusahaan asal China, Huawei Technologies Co. karena kemungkinan pelanggaran serupa dengan ZTE.

4 Mei 2018

China memprotes kasus ZTE.
10 Mei 2018
ZTE berhenti beroperasi di AS.

18 Mei 2018

China mengakhiri investigasi anti-dumping dan anti-subsidi sorgum.
20 Mei 2018
AS setuju menunda pemberlakuan tarif impor baja dan aluminium.

20 Mei 2018

China menawarkan untuk meningkatkan pembelian barang-barang dari AS secara signifikan.
22 Mei 2018

China menawarkan untuk menghapus tarif impor produk pertanian AS sebagai bagian dari kesepakatan.
22 Mei 2018

China akan memangkas bea masuk mobil menjadi 15% dari 25%.
25 Mei 2018
AS mengumumkan denda $ 1,3 miliar dan hukuman lainnya bagi ZTE. AS juga membuka kemungkinan bagi ZTE melanjutkan pembelian komponen dari pemasok AS.

29 Mei 2018
AS mengumumkan rencana membatasi visa bagi warga China untuk melindungi hak kekayaan intelektual.

30 Mei 2018

China mengumumkan pemotongan tarif impor beberapa barang konsumsi, terhitung mulai 1 Juli 2018.
6 Juni 2018

China menawarkan pembelian barang-barang AS hingga senilai US$ 25 miliar.
7 Juni 2018
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengumumkan kesepakatan yang memungkinkan ZTE kembali berbisnis di AS.


15 Juni 2018
AS mengumumkan tarif impor hingga sebesar US$ 50 miliar atas produk dari China.

19 Juni 2018
Trump mengancam akan mengenakan tarif pada ekspor China hingga senilai US$ 200 miliar, dengan tambahan senilai US$ 200 miliar jika China melakukan langkah balasan.

6 Juli 2018
AS mulai memberlakukan tarif impor barang-barang dari China senilai US$ 34 miliar.



Seberapa Besar Dampak Perang Dagang AS-China ke Ekonomi Global?
Perang dagang Amerika-China yang terus meningkat akan menghambat pertumbuhan ekonomi global tahun ini dan tahun depan. Demikian dikatakan Dana Moneter Internasional (IMF) hari Selasa (9/10), sementara Presiden Amerika Donald Trump kembali mengancam akan memberlakukan tarif yang lebih tinggi terhadap ekspor China ke Amerika.
Dalam penilaian baru yang dirilis dalam pertemuan di Bali, IMF meramalkan "semua orang akan terimbas," sementara Amerika dan China - dua ekonomi terbesar dunia - berselisih soal tarif dan masalah perdagangan lain. Dikatakan, perselisihan antara Amerika dan China akan membuat khususnya negara-negara berkembang rentan terhadap tekanan tiba-tiba.
Lembaga keuangan internasional itu menurunkan proyeksinya bagi pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 0,2 persen untuk tahun 2018 dan 2019 menjadi 3,7 persen, pemangkasan pertama prospek ekonomi dalam lebih dari dua tahun.
IMF memperkirakan 2,9 persen pertumbuhan Amerika tahun ini, turun menjadi 2,5 persen tahun depan, dan menjadi 1,8 persen dalam tahun 2020, karena dampak pemotongan pajak Amerika memudar dan perang dagang dengan China menghambat pertumbuhan.
Amerika dan China saling memberlakukan tarif lebih tinggi pada produk-produk ekspor kedua negara bernilai puluhan miliar dolar, tidak jelas perselisihan dan saling balas ini akan berakhir. Trump memberlakukan tarif lebih tinggi untuk barang China ke Amerika sebagai respon atas ketidakseimbangan perdagangan antara kedua negara, dan China dengan cepat menanggapi dengan menerapkan pungutan yang lebih tinggi atas impor Amerika.

Dampak Perang Dagang Amerika Vs China terhadap Indonesia

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo mengatakan perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China sejak 6 Juli lalu juga memiliki dampak kepada Indonesia.
Iman menyebut setidaknya ada 3 dampak atau implikasi yang terjadi dari perang dagang kedua negara tersebut.

1.     Indonesia punya peluang ekspor

Akibat perang dagang itu, Indonesia punya potensi untuk mengekspor barang ke kedua negara itu. Tidak cuma itu, Indonesia juga bisa jadi negara ketiga yang "mengambil jatah" ekspor China dan Amerika.
Perang dagang itu dinilai Iman sangat kompleks. Salah satu sebab awalnya adalah pertumbuhan komoditas baja dan alumunium di China.
“Indonesia bisa jadi negara ketiga untuk beberapa produk yang dihasilkan China atau Amerika yang menggunakan input kedua negara itu supply menjadi terhambat,” kata Iman dalam workshop di auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (18/9).
Beberapa komoditas yang bisa diekspor Indonesia, kata Iman, adalah baja, alumunium, buah, dan besi.
“Pasar Amerika misal baja dan aluminium itu terbuka buat Indonesia ,tapi perlu hati-hati. Untuk pasar China buah-buahan dan juga produk besi dan baja, serta aluminium,” katanya.

2.    Menurunnya ekspor bahan baku Indonesia ke China dan Amerika

Yang kedua adalah menurunnya ekspor bahan baku atau bahan penolong Indonesia ke China dan Amerika. Menurut Iman, ini terjadi jika cakupan perang dagang meluas ke produk lain.
Tahap pertama dampak ke Indonesia ekspor kedua negara belum terlalu besar. Produk yang dihasilkan China kemudian diekspor ke Amerika itu ambil bahan baku dari Indonesia relatif sedikit. Begitu coverage diperluas, kita perlu kajian lebih lanjut sejauh apa dampak terhadap ekspor untuk kedua negara tersebut,” jelasnya.

3.    Terjadi trade diversion yang bisa dimaksimalkan Indonesia

Karena persaingan pasar akibat perang dagang itu, akan terjadi trade diversion. Hal ini  terjadi akibat adanya intensif penurunan tarif, misalnya Indonesia yang sebelumnya selalu mengimpor gula dari China beralih menjadi mengimpor gula dari Thailand karena lebih murah.
“Produk yang dihasilkan China dan Amerika terhambat tarif yang tinggi di kedua negara dan akan cari jalan ke pasar lain ke semua negara. Indonesia salah satunya. Termasuk Afrika dan Amerika latin,” jelas Iman.

Perang dagang AS-China, apa yang harus dilakukan Indonesia?

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China bisa dimanfaatkan Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke kedua negara tersebut dan negara lain. Namun ada sejumlah catatan yang perlu diperhatikan dalam melakukan ekspor.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo menyebut Indonesia sudah dan akan melakukan berbagai cara untuk menyikapi perang dagang AS dan China ini.
“Bagaimana Indonesia merespons ini (perang dagang) sudah dilakukan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir yang saat ini menghadapi situasi seperti ini, makin kita intensif kan,” kata Iman dalam workshop di auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (18/9).

1.     Tetap lakukan pendekatan positif

Langkah pertama adalah Indonesia tetap melakukan pendekatan positif. “Engagement secara bilateral konsultasi kita utamakan daripada ikutan trade wars,” kata Iman.

2.    Meningkatkan promosi perdagangan

Indonesia juga harus terus meningkatkan promosi perdagangan. Fokusnya adalah ke produk primer dan produk industri.
“Atau produk yang bernilai tambah. Kita kelola impor lebih baik,” sebut Iman.

3.    Mempercepat upaya daya saing, khususnya bidang jasa

Selain komoditi untuk barang, potensi jasa Indonesia juga cukup bagus. Indonesia harus mempercepat upaya daya saing.
“Peran sektor jasa secara nasional untuk ekspor impor. Potensi jasa sangat besar seperti bidang kreatif dan aplikasi. Sudah banyak jasa tapi skala masih kecil,” katanya.

4.    Mempercepat perundingan perdagangan

Iman juga mengatakan Indonesia perlu mempercepat perundingan perdagangan dan memaksimalkan Perjanjian Perdagangan Bebas atau Free Trade Agreement yang ada.
“Kita sudah bentuk 4 FTA Center di 5 kota: Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar dan Medan untuk membimbing pelaku usaha untuk memanfaatkan berbagai FTA tadi,” sebutnya.

5.    Membuka akses pasar baru agar tidak bergantung ke pemain besar

Menurut Iman, Indonesia tidak hanya ingin menjaga akses pasar ke pasar tradisional kita seperti Amerika, Uni Eropa, Jepang dan lain-lain. Namun juga membuka akses pasar baru.
“Kita juga buka akses baru ke beberapa region, seperti Afrika. Kita ingin diversifikasi ekspor pasar barang dan jasa. Kita tidak ingin bergantung ke pasar yang besar seperti Jepang dan Amerika,” ungkapnya.
Pemilihan Afrika lantaran masyarakat kelas menengah di negara, seperti Tunisia, Mozambik dan Maroko, cukup banyak dan terus berkembang.
“Jumlah penduduk yang terus tumbuh 1,2 miliar per 2016. Afrika bukan negara baru karena ada beberapa perusahaan di sana. Seperti Indofood, Kalbe Karma, Sinarmas dan Wilmart,” tambah Iman.

Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_dagang  (diakses pada tanggal 13/12/2018)
https://www.idntimes.com/business/economy/helmi/perang-dagang-as-vs-china-memanas-indonesia-lakukan-5-hal-ini/full  (diakses pada tanggal 13/12/2018)
https://investasi.kontan.co.id/news/inilah-perjalanan-waktu-perang-dagang-amerika-serikat-versus-china  (diakses pada tanggal 13/12/2018)

Komentar

Postingan Populer